PROFESIONALITAS HAKIM DALAM MEWUJUDKAN PUTUSAN YANG PROGRESIF
Oleh :
Desi Ratnasari, S.Sy.
Dalam tinjauan ilmu Sosiologi Hukum disebutkan bahwa hokum yang baik adalah hokum yang selalu mengikuti perkembangan masyarakat. Hal ini selaras dengan pendapat salah satu ahli Ilmu Hukum asal Jerman, Friedrich Carl von Savigny, yang menyatakan : “Das recht wird nicht gemacht, est ist und wird mit dem volke” artinya hokum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat[2]. Hokum yang baik yaitu hokum yang dapat memenuhi aspirasi masyarakat dan sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
Keadaan masyarakat bersifat dinamis, senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini sangat bertentangan dengan sifat dari hokum dan perundangan-undangan yang bersifat statis. Permasalahan yang timbul di dalam masyarakat semakin kompleks dan beragam. Sedangkan hokum atau perundang-undangan yang ada sudah tidak mampu menjawab persoalan-persoalan baru yang timbul. Akibatnya hokum yang ada tidak akan mampu untuk menjamin dan mewujudkan keadilan bagi masyarakat.
Oleh karena adanya disparitas antara sifat masyarakat yang dinamis dan sifat hokum dan perundang-undangan yang statis, hakim dituntut bukan hanya sebagai corong undang-undang saja tetapi hakim harus dapat menemukan hokum (rechtvinding) untuk peristiwa konkrit berdasarkan asas judge made law (hakim membuat hokum) dengan cara menggali nilai-nilai dasar yang hidup di dalam masyarakat. Hal tersebut juga sejalan dengan amanah dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan bahwa : “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
Baca selengkapnya DISINI