Tingkatkan Kualitas dan Kapasitas, PA Pringsewu Ikuti Bimtek “Problematika Hukum Acara dalam Berkas Kasasi dan PK”
Pringsewu – Jumat (17 Juni 2022), hakim dan panitera pengganti Pengadilan Agama Pringsewu mengikuti kegiatan Bimbingan Teknis Peningkatan Kompetensi Tenaga Teknis di Lingkungan Peradilan Agama secara daring di ruang Media Center Pengadilan Agama Pringsewu dengan tema “Temuan Problematika Penerapan Hukum Acara dalam Berkas Kasasi dan Peninjauan Kembali” dengan narasumber Yang Mulia Hakim Agung Kamar Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, Dr. H. Purwosusilo, S.H., M.H.
Kegiatan yang resmi dibuka langsung oleh Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama, Dr. Drs. H. Aco Nur, S.H., M.H. tersebut diselenggarakan untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas tenaga teknis di lingkungan peradilan agama. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama terus berusaha untuk meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat, salah satunya dengan cara mengadakan berbagai pelatihan, diklat, bimbingan teknis, seminar dan diskusi bagi tenaga teknis peradilan agama di seluruh Indonesia. Harapannya agar terbentuk sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas, sehingga dapat memberikan performa terbaiknya bagi masyarakat.
Dipilihnya tema “Temuan Problematika Penerapan Hukum Acara dalam Berkas Kasasi dan Peninjauan Kembali” ini tidak terlepas dari masih banyaknya kesalahan penerapan hokum acara yang ditemukan dalam berkas perkara Kasasi maupun Peninjauan Kembali (PK). Narasumber Dr. Purwosusilo menyampaikan bahwa hokum acara sebagai aturan main dalam menangani suatu perkara merupakan hal yang sangat penting. Menurutnya pula, dalam menegakan keadilan tidak hanya bertumpu pada kebenaran hokum materil tetapi juga kebenaran hokum formil. Penerapan hokum acara yang tidak tepat akan mencederai keadilan dan hak-hak para pihak.
Menurut Dr. Purwosusilo, setidaknya terdapat 5 (lima) permasalahan yang umum ditemukan dalam berkas perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali. Pertama, eksepsi kompetensi relative tanpa jawaban. Kedua, penerapan eksepsi kompetensi relatif. Ketiga, terkait kapan hakim menjatuhkan putusan yang dinilai kabur. Keempat, permasalahan akta autentik yang tidak ada aslinya. Kelima, penerapan sumpah decisoir (sumpah pemutus). Pembahasan masalah-masalah tersebut berlangsung hidup karena para peserta bimbingan teknis ikut serta secara interaktif memberikan pendapat dan pandangannya.