PA Pringsewu Ikuti Bimtek Peningkatan Kompetensi Tenaga Teknis di Lingkungan Peradilan Agama Berbasis Online
Penulis : Desi Ratnasari, S.sy.
Pringsewu – Kamis, 15 September 2022, Pengadilan Agama Pringsewu mengikuti Bimbingan Teknis Peningkatan Kompetensi Tenaga Teknis di Lingkungan Peradilan Agama Berbasis Online Zona 2 dengan tema: “Mewujudkan Perlindungan Hukum Hak Perempuan dan Anak Melalui Putusan yang Dapat Dilaksanakan”. Narasumber dalam kegiatan ini adalah Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, Dr. H. Bahruddin Muhammad, S.H., M.H. kegiatan yang dimulai pukul 08.30 WIB ini dihadiri oleh seluruh Tenaga Teknis di wilayah hokum PTA Medan, PTA Jambi, PTA Palembang, PTA Bangka Belitung dan PTA Bandar Lampung.
Peradilan Agama dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak perempuan dan anak diharapkan melalui putusannya dapat memberikan keadilan yang mencerminkan perlindungan hak-hak perempuan dan anak. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama, Dr. H. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag. dalam sambutannya. “Melalui serangkaian pembenahan berkelanjutan terhadap aspek teknis dan administrasi perkara, kita berharap putusan cerai pada Pengadilan Agama sepenuhnya telah mencerminkan kehendak luhur melindungi hak-hak perempuan dan anak. Di smaping itu, eksekusi putusan juga lebih mudah dan sederhana sehingga tidak ada lagi putusan yang tertunda atau bahkan gagal eksekusinya”, imbuhnya.
Berdasarkan data pada tahun 2020 yang dipaparkan oleh moderator Abdul Halim, S.H.I., M.H., dari 478.381 putusan perkara perceraian di Pengadilan Agama, putusan yang memuat hak-hak istri dan anak hanya sejumlah 13.081 putusan atau sekitar 3% saja dari putusan perceraian tahun tersebut. Selebihnya tidak memuat sama sekali. Tentu hal ini menjadi concern Pengadilan Agama dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak perempuan dan anak.
Dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak perempuan dan anak melalui putusan hakim, pemateri Yang Mulia Dr. H. Bahruddin Muhammad, S.H., M.H. memaparkan setidaknya terdapat dua hal yang harus diperhatikan. Pertama pelaksanaan putusan berbasis perlindungan hokum terhadap perempuan dan anak. Kedua, membangun sinergitas antar lembaga dalam memaksimalkan upaya perlindungan perempuan dan anak.
Pelaksanaan putusan harus menjadi perhatian penting karena realisasi pelaksanaan putusan masih terbilang kecil. Beberapa faktor antara lain di luar jangkauan dan kewenangan Pengadilan Agama untuk memaksa seseorang melaksanakan putusan, serta adanya itikad yang tidak baik dari pihak suami. Suami setelah bercerai tidak mau membayar hak-hak istri maupun anak. Untuk pelaksanaan putusan, Mahkamah Agung telah mengeluarkan panduan melalui Perma Nomor 3 Tahun 2017 dan pendukungnya berupa SEMA Nomor 3/2018, Nomor 2/2019, dan Nomor 5/2021.
Dalam membangun sinergitas antar lembaga dalam memaksimalkan upaya perlindungan perempuan dan anak, diharapkan adanya kerjasama baik tingkat daerah maupun pusat dengan istansi lain seperti kepolisian, kemendagri, kemenkumham, dan bendahara kantor. Kerjasama ini penting agar putusan dapat dilaksanakan secara sukarela tanpa melalui eksekusi oleh pengadilan.
Dengan pelaksanaan putusan yang mudah berbasis perlindungan hokum terhadap perempuan dan anak yang dilakukan dengan penuh kesadaran juga sinergitas antar lembaga dalam memaksimalkan upaya perlindungan perempuan dan anak, Pengadilan Agama dapat mencerminkan kehendak luhur dalam melindungi hak-hak perempuan dan anak.